Sejarah Kain Tradisional Sasirangan, Ini Warisan Suku Banjar

Sejarah Kain Tradisional Sasirangan, Ini Warisan Suku Banjar

Kain tradisional sasirangan menjadi salah satu oleh-oleh yang dipilih oleh wisatan ketika datang ke Kalimantan Selatan. Tidak salah memang, karena kain khas masyarakat Banjar ini memang memiliki warna cerah dan motif unik.

Bahkan setiap motifnya memiliki makna unik dan berbeda-beda. Sebab, konon kain ini memiliki kekuatan untuk pengorbanan maupun perlindungan, tergantung dari motifnya. Penasaran dengan sejarah sasirangan dan makna motifnya, mari simak informasi berikut.

Sejarah Kain Tradisional Sasirangan

Kain tradisional sasirangan pertama dibuat oleh Lambung Mangkurat, Patih Negara Dipa, setelah bertapa selama 40 hari 40 malam di atas rakit Balarut Banyu.

Sasirangan merupakan kain tradisional masyarakat Banjar yang dibuat menggunakan cara menjelujur lalu mengikatnya menggunakan benang atau tali rafia. Kemudian baru dicelupkan ke larutan pewarna.

Sasirangan berasal dari kata menyirang atau menjelujur, yang sesuai dengan proses pembuatannya. Kain ini ditemukan pada abad XII, kemudian diwariskan turun temurun dalam masyarakat Kerajaan Banjar.

Kain tradisional sasirangan pertama dibuat oleh Lambung Mangkurat, Patih Negara Dipa, setelah bertapa selama 40 hari 40 malam di atas rakit Balarut Banyu. Saat menyelesaikan tapanya, rakit yang digunakan Lambung Mangkurat berhenti di Rantau, Kota Bagantung.

Ketika itu, Lambung Mangkurat mendengar suara wanita keluar dari buih. Wanita tersebut baru akan menampakkan diri apabila permintaannya terpenuhi. Permintaan tersebut yaitu sebuah istana Batung dan selembar kain yang ditenun dan dicelup (diwarnai).

Kain yang dimaksud adalah Langgundi, yaitu kain tenun berwarna kuning. Pengerjaannya dilakukan oleh 40 orang perempuan yang masih perawan, motifnya padiwaringin.

Lambung Mangkurat hanya punya waktu satu hari untuk memenuhi permintaan tersebut, dan berhasil melakukannya. Kemudian di hari yang ditentukan wanita tersebut keluar dari buih dan muncul di dunia manusia.

Wanita tersebut dikenal dengan nama Putri Junjung Buih yang kemudian menjadi ratu Negara Dipa. Langgundi dengan motif padiwaringin kemudian dikenal sebagai kain tradisional sasirangan pertama dan dikenal memiliki kekuatan gaib.

Oleh sebab itu, sasirangan dikenal memiliki kekuatan gaib, dapat dipakai untuk batatamba (pengobatan) atau mengusir makhluk halus.

Makna Motif Kain Tradisional Sasirangan

Seiring berjalannya waktu, motif-motif untuk kain tenun sasirangan semakin beragam dengan warna-warni sesuai warna pencelupnya. Motifnya khusus dengan susunan komposisi vertikal, jarang sekali memiliki motif horizontal.

Inilah yang membedakan kain ini dengan batik Jawa ataupun jenis tenunan di daerah lain. Karena motifnya didominasi garis-garis ganda atau berjajar dua hingga tiga garis.

Motif kain tradisional sasirangan diambil masyarakat dari benda-benda alam di Kalimantan Selatan. Umumnya terbagi atas motif lajur, ceplok, dan variasi. Berikut adalah beberapa motif yang banyak digunakan dan makna terkandung di dalamnya:

1. Gigi Haruan

Motif gigi haruan terinspirasi dari ikan haruan atau ikan gabus. Jenis ikan ini populer di kalangan masyarakat Banjar dan banyak dikonsumsi untuk lauk sehari-hari.

Gigi haruan memiliki tampilan bergerigi berupa garis zigzag yang memiliki makna pikiran manusia harus selalu tajam. Bisa digunakan untuk pakaian, taplak meja, maupun hiasan dinding. Karena tidak dikhususkan untuk motif ritual.

2. Sari Gading

Sari gading merupakan kain kuning bermotif yang hanya digunakan untuk melakukan ritual tertentu, terutama berkaitan dengan alam sebelah (alam gaib). Sari gading merupakan sasirangan bermotif khusus, konon digunakan oleh Putri Junjung Buih.

Makna dari Sari Gading adalah kekuasaan dan martabat, makanya hanya digunakan oleh raja serta ratu atau para bangsawan saja. Selain itu, penggunaannya hanya di saat-saat tertentu, terutama ketika ritual.

Saat ini, sari gading masih digunakan, tapi khusus untuk batatamba saja. Biasanya apabila ada orang yang sakit dan tidak juga sembuh akan coba disembuhkan dengan melakukan ritual memakai sari gading.

Pemasangan sari gading disesuaikan dengan sakit diderita, bisa di kepala, tangan, atau sekujur tubuh.

3. Bayam Raja

Motif kain tradisional sasirangan satu ini menyerupai sayur bayam, karena merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dikonsumsi masyarakat Banjar. Bayam raja melambangkan kesehatan dan tradisi yang harus dilestarikan.

Dulunya bayam raja banyak digunakan kaum bangsawan, sebab makna lainnya adalah bermartabat dan dihormati. Ini merupakan motif temuan masyarakat sehingga tidak digunakan secara khusus untuk ritual tertentu.

4. Naga Belimbur

Naga belimbur merupakan motif yang digunakan oleh kalangan pendekar dan petinggi istana. Maknanya membasahi atau membasuh diri demi menggapai kesucian rohani.

Diambil dari bentuk ular naga berukuran besar dan dibuat megah untuk menampilkan kegembiraan juga kesenangan. Kebanyakan dipakai ketika para pendekar atau petinggi istana melakukan pertemuan.

Banyak juga digunakan para pendekar ketika hendak melakukan pertarungan maupun peperangan. Dengan demikian, dapat membawa kemenangan.

5. Daun Jeruju

Daun jeruju merupakan motif berasal dari alam, diambil dari daun jeruju yang banyak tumbuh di sesemakan Kalimantan. Jeruju berdaun runcing di ujungnya seperti jarum dan tajam sehingga ketika menyentuhnya harus berhati-hati.

Daun jeruju memiliki makna bahwa setiap manusia harus memiliki jati diri meskipun penampilannya sederhana. Makna lainnya adalah perlindungan atau menghindari bencana dan malapetaka.

6. Ombak Sinapur Karang

Motif kain tradisional sasirangan ini seperti ombak di tepi pantai yang menggulung dan pecah di pantai. Biasanya dipakai untuk menghias kain jarik atau tapih (sebutan orang Banjar), bisa dipakai pria atau wanita.

Pada zaman modern, ombak sinapur karang juga digunakan untuk kemeja maupun gaun yang dipakai sehari-hari. Motif tradisional ini memiliki makna mendalam dan filosofis. Makna dari ombak sinapur karang adalah perwujudan dari dinamika kehidupan manusia yaitu ujian dalam kehidupan manusia.

Sasirangan bukan hanya merupakan kain khas yang digunakan masyarakat Banjar, tapi merupakan warisan budaya turun temurun. Sejarah kemunculannya berkaitan dengan salah satu ratu kerajaan Negara Dipa, yaitu Putri Junjung Buih.

Tidak hanya dipakai sebagai pakaian, kain tradisional sasirangan juga merupakan alat ritual untuk menyembuhkan penyakit, terutama yang berhubungan dengan alam gaib.

Related Posts